Namanya juga uneg-uneg. Ya.. tempat nulis segala macam uneg!!!

Saturday, October 22, 2005

BBM, Warisan Nenek Moyang atau Titipan anak Cucu?

Warisan Nenek Moyang
Masih Ingat lagu nya iwan Fals yang judulnya Galang Rambu Anarki (1982)?
Lagu yang berisi penolakan pedas pada kebijakan pemerintah yang baru saja menaikkan harga BBM padawaktu itu.
Buat yang tidak ingat/ tidak tahu, Berikut petikan lagunya:

GALANG RAMBU ANARKI - Iwan Fals (1982)
galang rambu anarki anakku
lahir awal januari menjelang pemilu
galang rambu anarki dengarlah
terompet tahun baru menyambutmu
galang rambu anarki ingatlah
tangisan pertamamu ditandai bbm
membumbung tinggi (melambung)

Reff:
maafkan kedua orangtuamu
kalau tak mampu beli susu
bbm naik tinggi
susu tak terbeli orang pintar tarik subsidi
mungkin bayi kurang gizi (anak kami)
galang rambu anarki anakku
cepatlah besar matahariku
menangis yang keras, janganlah ragu
tinjulah congkaknya dunia buah hatiku

doa kami di nadimu



Tahun 1982, (saya masih berumur 7 tahun). Saya ingat, lagu ini sangat populer saat itu. Orang banyak yang berkeberatan dengan kenaikan BBM pada waktu itu merasa terwakili dengan lagu ini.

Tahun 2005, 23 tahun sudah berlalu, BBM naik lagi, lagu lama "Galang Rambu Anarki", berkumandang lagi dengan nada-nada dan syair-syair yang baru.

Kebijakan kenaikan BBM bukanlah kebijakan yang popular, setiap kali BBM naik selalu ada penolakan, Banyak yang mengecam, banyak yang tak suka. Tidak hanya rakyat jelata, kaum cendekia pun berteriak keras menentangnya.
Dari dulu, setidaknya sejak tahun 1982 sampai 2005 (sebelum tahun 1982, saya tidak ingat), setiap adanya kenaikan BBM selalu di respon oleh kiritkan dan penolakan oleh masyarakat.

Ok, Marilah kita berandai-andai… Seandainya saja sejak tahun 1982, pemerintah yang begitu baik tidak dan tidak sombong, tidak tega menakikkan harga BBM karena tersentuh lagu sumbangnya Iwan Fals dan pengikutnya. Dan seandainya saja semua sepakat bahwa Minyak adalah warisan nenek moyang yang bisa kita nikmati sebanyak-banyakya.
Dengan asumsi ini, harga minyak tidak perlu disesuaikan dengan harga international, yang perlu diperhatikan hanyalah ongkos produksi saja .
Apa yang akan terjadi?

Well, Yang terjadi adalah harga minyak di Indonesia akan sangat amat audzubillah murah sekali. Tahun 2004, harga pengolahan minyak hanyalah Rp. 540/ liter (Fundamental Kebijakan BBM, Kwik Kian Gie, Kompas, 14 Maret 2005) so, dengan asumsi minyak adalha warisan nenek moyang, maka harga minyak juga akan dijual Rp. 540/ liter!!!!,
Lho… nggak ada margin?
Balik lagi ke asumsi awal: minyak adalah warisan nenek moyang, jadi pertamina maupun pemerintah tidak boleh mengambil margin 1% pun!!. Tidak peduli dengan defisit APBN or what so ever, haram hukumnya bagi pemerintah/ pertamina untuk mencicipi minyak warisan nenek moyang bangsa Indonesia!!

Pertanyaan berikutnya dengan harga Rp. 540/ liter apakah akan lebih makmur?
Ya.. tentu saja.. dengan harga minyak, sumber energi utama, murah meriah seperti itu, harga barang dan jasa akan relatif lebih murah..
Belum lagi terbilang Penanaman modal asing di Indonesia akan semakin meningkat dan mendorong pertumbuhan ekonomi indioneisa.

Penanaman Modal Asing?? Apa hubungannya??

Tentu saja ada hubungannya, ada gula ada semut. Ada minyak murah ada Investor.
Dengan BBM super murah tralala , Industri-industri PMA akan berlomba lomba menanamkan investasi di Indonesia, berbondong-bondong memindahkan pabrik-pabriknya di Eropa /USA/ Australia/ Cina/ India ke Indoneisa untuk ikut mengeruk BBM Murah sebanyak-banyak nya sebagai energi utama dalam proses produksi mereka.
So dengan masuknya Investor asing ini, akan memacu pertumbuhan ekonomi bukan?? (Bukan.)

Selain itu, dengan BBM murah akan membuka peluang bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk cepat Kaya dengan cara gampang. Wong cilik bisa kaya raya dengan cara yang mudah .
Gimana caranya?
Gampang aja, selundupin aja tuh minyak murah keluar negeri! Kalau soal nyelundupin minyak mah nggak usah sekolah tinggi-tinggi, tukang masak, juru mudi, kepala satpam aja bisa (http://kompas.com/utama/news/0509/09/152704.htm) , 8 trilyun per tahun lumayan kan?

Juga bagi para nelayan, daripada repot-repot nangkap ikan, mending bawa minyak sebanyak-banyaknya dari daratan, terus dijual ke kapal asing di tengah lautan. Dengan modal cuma Rp 540/liter, bisa di jual Rp 8000/ liter. Sangat menggiurkan bukan? (bukan)

Jadi, kesimpulannya: para penganut paham “minyak adalah warisan nenek moyang” percaya bahwa dengan menekan harga BBM semurah murahnya akan memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia.
Cuma,…. sampai kapan? Sampai kapan kemakmuran semu seperti ini bertahan?
Apakah masih ada minyak yang tersisa buat anak cucu kita?
Anak Cucu? Siapa peduli??
Namanya juga “warisan nenek moyang’.. peduli amat dengan nasib anak cucu….

Dengan paham inilah mereka kembali beramai-ramai mendendangkan lagu lama dan sumbang Iwan fals “Galang Rambu Anarki” dalam bentuk-bentuk yang baru: Demo besar-besaran, Interpelasi di DPR atau cuap-cuap di media massa menentang kenaikan BBM agar dapat menikmati sebesar-besarnya warisan nenek moyang.

Titipan Anak Cucu.
Berbeda dengan mereka. Saya yang naïf dan lugu ini menganut paham Titipan Anak Cucu . Artinya saya percaya bahwa minyak di bumi Indonesia bukanlah semata-mata warisan nenek moyang pada kita , tetapi juga titipan anak cucu, yang harus dikelola dengan cara bijaksana.
Dengan paham ini saya sadar betul bahwa subsidi BBM, menjual harga minyak semurah mungkin pada rakyat, secara langsung maupun tidak langsung akan mendorong konsumsi BBM yang tidak efisien, yang berarti pula mencuri jatah minyak ‘titipan anak cucu’ kita.

Sebaliknya, dengan pengurangan/ penghilangan subsidi BBM, dalam jangka panjang akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi bangsa Indonesia, seperti

1. Penghilangan subsidi BBM akan mendorong rakyat Indonesia untuk mendayagunakan energi secara efisien.

Buktinya otentiknya mannaa? Kok teori ajaa??

Belum ada sih.... tapi Secara kasat mata dapat kita rasakan adanya. perubuhan perilaku boros masyatakat menjadi lebih effisien. seperti:

  • Adik ipar saya yang sebelum BBM naik, kerja selalu bawa mobil (dan sendirian pula), dari bekasi ke daerah blok M. Setelah naiknya BBM mulai putar otak untuk cari teman sekomplek / yang bisa pergi kerja bareng-bareng dengan urunan uang bensin atau gantian naik moblinya (hari ini pake mobil si A, besok pake mobil si B, C, D dst). Dengan kondisi seperti ini yang tadinya 4 orang menggunakan 4 mobil, bisa dihemat menjadi 4 orang hanya 1 mobil. Alternatif lainnya, adik ipar saya sedang berpikir untuk beli motor untuk kerja, yang tentunya bensinya jauh lebih hemat.
  • Budi, teman saya, (dan juga Bapak saya), setelah BBM naik, menjual mobil tua super borosnya Feroza dan Kijang tua tahun th 90-an dengan mobil kecil imut mungil 1000 cc.
  • Tumpangan. Setelah BBM naik, banyak orang yang menawarkan tumpangan, sehingga mobil yang biasanya hanya di isi satu orang, jadi lebih “fully utilized”, di isi beberapa orang. Bahkan di ineternet ada yang mencoba mengorganisir tumpang menumpang ini.http://www.nebeng.com/entry_driver1.php

2.Mendorong meningkatnya kontrol masyarakat terhadap untuk mewujudkan system ekonomi dan pemerintahan yang lebih effisien dan pemberantasan korupsi.

Lha kok bisa?
Bisa dong…. Misalnya saja, setelah BBM naik, Kalangan Industri semakin kenceng teriakannya minta pemerintah mengentaskan ekonomi biaya tinggi (e.g Kadin Desak Pemerintah Revisi Perda Timbulkan Biaya Tinggi, http://www.investorindonesia.com/news.html?id=1110127959). Intinya, dengan kenaikan BBM ini menyadarkan kita bahwa dengan harga BBM yang setinggi ini ekonomi biaya tinggi/ korupsi harus dientaskan untuk dapat tetap bertahan hidup.


3.Subsidi yang lebih tepat sasaran,

Lho katanya subsidi nggak bagus??

Iya emang betul, pada dasarnya subsidi harus diminimalisir. Tapi kita juga tidak boleh menutup mata banyak kaum miskin yang perlu dibantu untuk bertahan hidup. Nah dengan kenaikan BBM baru-baru ini, subsidi bisa langsung disalurkan pada yang membutuhkan dengan subsidi langsung pada keluarga miskin.

Sebelum BBM naik yang banyak subsidi yang justru dinikmati oleh orang-orang mampu, yang punya kendaraan pribadi, seperti contohnya adik ipar saya tadi yang ke kantor bawa mobil (dan sendirian pula), sebelum BBM naik, dia kurang lebih mengkonsumsi 8 liter bensin/ hari. Anggaplah nilai subsidi= Rp 2500/ liter, ini berarti setiap harinya adik ipar saya menikmati subsidi = Rp 20000/ hari. Dalam sebulan dia menikmati subsidi Rp 500.000 – Rp.600.000. Itu baru 1 mobil!!! Menurut bang Yos, Jakarta setiap harinya ‘diserbu’ 600 ribu mobil . Jadi di Jakarta saja, ada 600 ribu kendaraan lainya yang menikmati subsidi seperti adik ipar saya. Artinya, dalam 1 hari (sebelum BBM naik) orang-orang mampu di Jakarta menikmati Rp 1.5 Milyar subsidi BBM/ atau Rp. 45 Milyar setiap bulannya. Itu baru Jakarta!!!!

Dilain pihak, banyak juga yang berargumen kenaikan pajak kendaraan bermotor dapat mengurangi subsidi tidak tepat sasaran seperti di atas, dengan demikan, BBM tidak perlu dinaikkan.

It’s a good Idea!! but.. apabila harga BBM dalam negeri dan LN terlalu timpang, resiko penyelundupan minyak besar-besaran ke Luar Negeri sulit dihindari. Kalaupun bisa dihindiari, saya yakin ‘ongkos’ pengawasannya akan sangat besar.


4. Apalagi ya?? elaborate sendiri lah. Dll.. dlll


Terus... Ijin bertanya!!! Kenapa masih banyak yang berteriak, kebijakan BBM tidak memihak rakyat kecil??

Rakyat kecil yang mana?
Kalau rakyat kecil yang pendapatan per kepala kurang dari Rp175.000, bulan, sudah di Bantu dengan seperti yang saya sebutkan pada point 3 di atas.
Tapi kalau rakyat ‘kecil’ yang dimaksud : rakyat yang tadinya bawa mobil sendirian ke kantor, setelah BBM naik harus bawa tumpangan. Or rakyat ‘kecil’ yang sebelum BBM naik bisa langganan Tempo, kompas, Jakarta post, Business Week, setelah naik BBM Cuma bisa liat lewat internet.. itu mah bukan rakyat ‘kecil’… itu rakyat yang sok ‘kecil’!!!!

Terus lagi, Ijin bertanya lagi!

Bagaimana dengan ancaman PHK dan atau perusahaan-perusahaan akan gulung tikar karena tidak mampu berkompetisi rengan harga BBM yang melambung?


Yah…. untuk yang ini, harus diakui merupakan salah satu efek dari ‘pil pahit’ kenaikan BBM. Tapi di lain pihak, hal ini juga bisa digunakan sebagai filter untuk memilah-milah industri-industri apa saja yang memiliki keunggulan kompetitif yang tinggi dan tetap dapat bertahan hidup dengan kenaikan BBM, dan industri-industri manja yang hanya bisa bertahan hidup kalau BBM nya di subsidi.
Dengan demikian, pemerintah dapat memberikan prioritas pemberian insentif pada Industri-industri yang memiliki keunggulan kompetitif yang tinggi.
Lebih jauh lagi fenomena PHK ini akan menjadi tekanan bagi pemerintah untuk memangkas ekonomi biaya tinggi lebih intensif lagi.

Jadi, pilih paham yang mana? Warisan Nenek Moyang atau Titipan anak Cucu?
Sudah dibilang dari awal tadi jelas-jelas saya memilih paham Titipan anak Cucu.

Emang sudah punya anak cucu?
Anak sudah, Feroze namanya, 10 bulan umurnya.. sedang lucu-lucunya.
Nggak tega rasanya ‘jatah’ minyak buat Feroze di kemudian hari sudah dihabiskan oleh generasi sebelumnya dengan mengatasnamakan demi kemakmuran rakyat sebesar-besarnya (rakyat yang mana nggak jelas!!!!)

Bagaimana dengan anda?? Terserah!!!


Mahendra Hariyanto,
Taipei, 22 Oktober 2005.