Namanya juga uneg-uneg. Ya.. tempat nulis segala macam uneg!!!

Tuesday, September 13, 2005

Korupsi.. Oh Korupsi

Terdengar lagi berita korupsi.. kali ini berkaitan dengan penyelundupan minyak besar-besaran, nggak tanggung-tanggung, kerugian negara mencapai 8 Trillion rupiah. Dan kali ini, pelakunya juga melibatkan “wong cilik” : Juru masak, Juru Mudi, pekerja kontrak, yang tertinggi hanyalah kepala jaga. Jadi, korupsi tidak lagi “exclusive” buat para penggede saja, tapi juga sudah “down to earth”, juga dilakukan di kalangan “wong cilik”. (http://kompas.com/utama/news/0509/09/152704.htm)

Dulu, Setiap kali saya mendengar berita terungkapnya kasus korupsi, reaksi saya adalah: marah, geram, sebal, menghujat, mencibir, dll.. dll. Waktu mahasiswa dulu, begitu fasihnya lidah ini meneriakkan hujatan-hujatan seperti : “Gantung Koruptor!!!, Hukum mati koruptor!!!” dsb dsb. Sekarang, lidah terasa kelu, tak terucap lagi hujatan-hujatan seperti dulu.

Why?
Setelah ratusan kasus korupsi terungkap di negeri ini seperti :



  • KPU yang anggotanya telah diseleksi secara ketat, dan diisi oleh orang-orang yang (katanya) memiliki “integritas” tinggi, seperti: Akademisi, aktivis LSM, mantan aktivis Mahasiswa, pemimpin “grass root”, dll, terjebak dalam skandal dugaan korupsi kolektif di lembaga tersebut
  • Depag, yang seharusnya diis oleh orang-orang beragama, Mantan menteri nya malah diduga terlibat kejahatan korupsi besar-besar an.
  • Angkatan 45, angkatan 66 bahkan angkatan 98, yang disaat-saat negara dalam keadaan bahaya “rela” mempertaruhkan nyawa mereka, tapi di saat kekuasaan ada di tangan mereka, tidak sedikit diantara mereka yang menghadapi tuduhan-tuduhan kasus korupsi.
  • Anggota DPRD sumbar (mantan), didakwa telah melakukan korupsi kolektif
    dlll… dll
    dll…. dll… dll…..




muncul keraguan di benak saya: Jangan-jangan yang membedakan saya yang tidak pernah korupsi, dengan Para koruptor itu hanyalah : mereka (Para koruptor) punya kesempatan untuk melakukan korupsi, sementara saya tidak/ belum ada kesempatan untuk melakukannya.

Bagaimana tidak? Jika orang-orang terpilih seperti mereka-mereka yang disebutkan di atas mudah sekali terpeleset dalam perbuatan korupsi, Apalagi saya? saya orang biasa-biasa saja yang belum terbukti integritas nya.

Dulu saya berpikir, masalah Korupsi di Indonesia disebabkan oleh systemnya yang tidak sempurna. Sistem sentralisai otoriter yang di desain order baru memberi peluang luas bagi entity di dalam system tersebut untuk melakukan korupsi. Yang saya bayangkan waktu itu, sistem pemerintahan kita bagaikan sebuah kotak hitam, dimana di dalamnya terdapat sebuah proses misterius yang akan selalu menghasilkan suatu "output" yang korup, apapun inputnya. Tak peduli apakah dari angkatan 45, angkatan 66, tokoh tokoh agama, pemuka masyarakat, pemuka-pemuka adat, dsb, darimanapun mereka berasal, begitu mereka menjadi input kedalam kotak hitam sistem pemerintahan tersebut, outputnya adalah sama : Pemerintahan Yang KORUP.


Sekarang, pemikiran saya jauh berbeda. Jatuhnya orde baru dan dimulainya orde reformasi, sempat memberikan secercah harapan. Harapan untuk membongkar dan mengganti "Kotak hitam" sistem pemerintahan kita, dengan "kotak yang lebih transparan", yang memiliki akuntabilitas yang tinggi .
Reformasi system pemerintahan/ kenegaraan kita, dari sudut pandang demokrasi, telah banyak memberikan kemajuan yang signifikan. System pemerintahan sudah bayak direformasi, keterwakilan rakyat di seluruh tingkat pemerintahan baik pusat dan daerah sudah banyak diakomodasi, kekekuasan sudah didesentralisai, kebebasan pers sebagai bagian kontrol masyarakat sudah dilindingi, aparat penegak hukum, dan lembaga perwakilan rakyat juga sudah diberakan peran pengawasn yang lebih kuat. Tetapi, tetap saja korupsi tetap saja terjadi di mana-mana, apa yang Salah?

Pertanyan ini telah menggiring saya pada suatu jawaban yang cukup “mengerikan”. Jawaban yang sangat-sangat tidak saya inginkan, yaitu: penyebabn korupsi yang sebenarnya ternyata bukanlah pada “system’-nya ” itu sendiri, tetapi terletak pada “input” yang masuk ke dalam system pemerintahan tersebut. Ya “input”. “Input” di sini adalah kita, kita semua masyarakat Indonesia.

Orang-orang yang ada berada di dalam system pemerintahaan adalah representasi dari kita, masyarakat Indonesia.. Kalau mereka korup, itu adalah cerminan masyarakat kita, masyarakat Indonesia yang korup.
Jadi, Bedanya kita dengan para koruptor itu hanyalah: mereka punya kesempatan untuk melakukannya, sementara kita tidak. Itu saja bedanya!!!!!

Pemikiran ini membuat saya harus menarik hipotesa awal saya yang menduga “ada yang tidak beres dengan systemnya”. Hipotesa saya yang baru adalah : yang tidak beres justru “Input”nya. Jadi, sebagus apapun system pemerintahan kita di desain/ diperbaiki, selama inputnya diambil dari masyarakat Indonesia generasi saat ini, outcome yang di hasilkan tetap sama, yaitu : KORUP!!!!.

Penutup
Yah, tulisan di atas cukup provokatif, sebenarnya saya cuma ingin membangkitkan kesadaran kita semua generasi muda, bahwa kita perlu menyiapkan diri tidak hanya dengan pengetahuan dan keterampilan tapi juga perlu mengasah dan menjaga integritas kita sebagai generasi penerus. Sehingga, pada saatnya kita mengambil alih estafet kepemimpinan dari generasi yang lebih tua, kita akan lebih memiliki ketahanan diri menghadapi segala macam “godaan” dan tantangan di masa depan.


Taipei, 13 September 2005

4 Comments:

Anonymous Anonymous said...

sembarangan nih Oom Mahe, enak aja nuduh semua orang indo adalah input yg gak bener... :)

papa enggak gitu tuh Oom. Papa bisa pastiin kok kalo dia duduk diatas sana, dia cuman akan makan gaji doang.

Bukan2 apa2, papa kan mesti ngasih makan kita makanan yg halal Oom. Kalo orang2 itu emang pada gak waras sih...

jadi jangan lupa ya, pilih Papa !!!

Arazeva

7:53 PM, September 13, 2005

 
Blogger Mahendra_Hariyanto said...

Tanggapan buat zeva: "Oke deh, Papanya ditunggu "pentas"-nya di Panggung Polotik..

1:55 PM, September 14, 2005

 
Blogger Ummu Fahmy said...

Bukan hipotesis lagi, Mas… tapi udah hampir jadi kesimpulan umum. Sistem yang buruk mengolah input yang buruk. Nggak perlu susah-susah untuk “men-tuning frekuensi-nya”, hehehe.

Tapi sistem kadang-kadang bisa di-improve kalo ada katalis lho, Mas… kayak reaksi kimia, katalis kadang bisa membawa kepada output yang lebih baik, kadang malah membawa reaksi berantai selanjutnya yang membuat kerusakan lebih besar (kayak nuklir). Entah kapan katalis yang baik jumlahnya memadai untuk merubah Indonesia, hehehe.

8:18 PM, September 15, 2005

 
Blogger Mahendra_Hariyanto said...

Buat Bu Indi,
Setuju, PENEGAKAN HUKUM bisa memberantas korupsi.
Cuma masalah kita sekarang ini penegak hukum juga banyak yang terjebak korupsi, seperti:
Oknum KPK
http://www.antara.co.id/seenws/?id=31649

atau yang ini:
Oknum Jaksa
http://www.suaramerdeka.com/harian/0604/29/nas02.htm

Atau
Oknum Polisi
http://www.indomedia.com/bpost/012005/26/depan/utama8.htm

Atau oknum Hakim
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/10/17/brk,20051017-68123,id.html

Kalau penegak hukumnya sendiri banyak "oknum"-nya yah agak susah juga mbak.

Makanya saya kira sebaiknya kita melihat kembali kualitas pembinaan akhlak/moral/ integritas anak-anak kita supaya kelak pada saatnya mereka mengambil estafet kepemimpinan bangsa ini, mereka tidak gampang terjebak melakukan korupsi memperkaya diri sendiri

3:29 PM, July 07, 2006

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home