Namanya juga uneg-uneg. Ya.. tempat nulis segala macam uneg!!!

Monday, September 05, 2005

AKU

AKU
Aku anak ke tiga dari empat bersaudara, dilahirkan 30 tahun yang lalu di kota Palembang. Kota yang terkenal dengan “mpek-mpeknya”, pempek-makanan kegemaranku.
Namaku kecilku Heri, Mahendra Hariyanto lengkapnya. Tahu artinya apa? Mahendra berasal dari dua kata Maha dan Indra. Maha berarti besar Indra, bisa berarti dewa, atau bisa juga berarti raja. Sedangkan Hariyanto bermakna bijaksana. Jadi, secara keseluruhan Mahendra Hariyanto bermakna: Raja besar yang bijaksana.. hmm.. nama yang cukup “berat” sebenarnya.
Apakah kelak ku kan menjadi seorang Raja Besar ? Tak tahu. Tapi pertanda “Kebesaran” –ku sudah mulai terlihat, semakin hari perutku semakin besar, tidak hanya di bagian depan, tetapi juga dibagian kiri dan kanan.

Bapakku Jawa, Ibuku Palembang. Bapakku berkulit gelap, ibuku berkulit terang, putih halus seperti kulit wanita Cina. Lalu Bagaimana denganku? Aku? Aku kadang-kadang gelap.. kadang kadang terang. Gelap kalau habis berenang, terang kalau habis gajian. Tergantung.

20-25 tahun yang lalu, Waktu ku kecil, pernah kubertanya pada nenekku, sambil menunjukkan tahi lalat di kaki kiriku:
“Nek –nenek, lihat nek, aku punya tahi lalat di telapak kakiku. Artinya apa nek?” tanyaku

Nenekku yang sedang sibuk membaca catatan-catatannya tak mengacuhkan pertanyanku..

Aku bergegas mendekati nenekku, dan sejerus kemudian kupamerkan telapak kaki di depan hidung nenekku, tepat diatas buku catatan yang sedang dibacanya

Nenekku mungkin kesal dengan kelakuanku, selepas menghela napas panjang dia menjawab sekenanya:
“itu artinya nanti kamu akan selalu berkelana jauh…”
“betul nek?” sahutku
‘ iya – iya betul….’ Jawab nenekku acuh sambil menyingkirkan telapak kakiku yang bau itu dari hadapannya dan melanjutkan membaca buku catatannya.

Percakapan singkat 20 – 25 tahun yang lalu itu, masih kuingat sampai sekarang.
Mau tahu kenapa? Karena apa yang dibilang nenekku itu benar adanya.
Lihatlah sejarah sekolah/ tempat kerjaku: Lahir di Palembang, TK di Lampung, SD Di Lahat (Sumsel), SMP Di Lampung lagi, SMU di Magelang, Kuliah di Bandung. Pekerjaan pertama di Batam, kerjaan ke dua di Jakarta, kerjaan ke tiga di Bangkok, kerjaan ke empat (sekarang) di Singapore. Dan kerjaanku sekarang ini banyak menuntutku untuk berpergian jauh. Tahun ini, 6 bulan di Taipei, th depan 6 bulan di Jepang, th 2007 Korea, th 2008 New Zealand, terakhir th 2009 Indonesia… akh.. akhirnya pulang juga ke tanah airku yang ku cinta. “Di sanaaaa tempat lahir beta”


You See? Nenekku sakti juga kan? Jawaban ala kadarnya 25 tahun yang lalu telah menjadi kenyataan adanya.
Orang dulu sakti-sakti ya? Makanya.. buat kita-2 yang muda-2 jangan sekali kali tidak sopan dengan orang-orang yang lebih tua. Doa atau kutukan mereka mujarab menjadi kenyataan. Nggak percaya? Lihat aja tuh Si Malin Kundang yang jadi batu, or si Tumang yang jadi tangkuban perahu. Mau jadi kayak mereka?
Eitts… jangan dipikir kutukan-kutukan seperti itu tidak ada lagi di jaman sekarang ini. Mau bukti? Lihatlah politisi-politisi kita saat ini, banyak sekali diantara mereka yang “berkepala batu”, mereka semua pastilah telah mendapat kutukan seperti si Malin Kundang.

PERNIKAHANKU
Pernikahan adalah sebuah ‘keputusan yang besar’ dalam kehidupan kita. Aku menikah 14 Maret 2004, tepat 2 minggu sebelum kepindahanku ke Bangkok. Kuingat, dihari hari menjelang prnikahanku perasaan bercampur aduk: exciting, anxious dan juga nervous
Berikut, petikan surat “curhatan’ ku sekaligus undangan pernikahanku yang kukirimkan pada temanteman ku 2 minggu sebelum pernikahanku.


From: Mahendra Hariyanto Date:
Wed Mar 3, 2004 1:25 am S
ubject: Undangan...
mahendra.hariyanto@...
Send Email

Temans,
Tahu nggak sih... beberapa hari terakhir aku "nervous" banget.... kalau temen-temen bisa denger suara Jantungku kira-kira bunyinya gini : "dug.... dug... dug-dug.... dug... dug.... dug-dug...." makin lama, iramanya makin cepat dan rapat "dugdug-dugdug-dugdug"... begitulah bunyinya... mudah-2 an hari-hari ke depan aku nggak kebanyakan minum kopi, sehingga bunyi "dug-dug" itu tidak berubah menjadi tiiiitttttt..... (itu lho yang kayak di film, kalau orang sekarat di RS and ketemu malaikat... terus bunyi monitor nya... tiiiiiittttt).
Kenapa nervous? Yah itu... ada dua hal besar yang sebentar lagi akan ku hadapi, Pertama: menikah dan kedua: langsung pindah ke negara lain.. Saking nervous-nya aku minta nasihat ke pak de ku yang kebetulan pensiunan tentara: "Pak De, saat-saat in saya merasakan beban yang sangat berat, saya merasa seperti akan terjun ke medan tempur yang saya sama sekali tidak tahu bagaimana medannya, siapa yang harus saya hadapi, seberapa besar "misi" yang harus diemban.... dan lebih parah lagi, pertempuran itu harus dihadapi dengan "beban tanggung jawab" yang lebih besar, yaitu: istri yang harus juga saya selamatkan dari medan pertempuran itu"...
Pak de ku tersenyum mendengar curhat ku, sedetik kemudian meluncur kata-kata bijak Pak De ku: "Heri, Pak de pernah merasakan apa yang kamu rasa. Sebagai tentara, Pak de sering ditugaskan ke-daerah2 yang Pak de tidak tahu. Yang membuat Pak de bisa melewati semuanya justru karena adanya kehadiran "Bu de" mu ini yang selalu men-support Pak de melewati masa-masa sulit. Jadi nak, janganlah sekali-kali menganggap istrimu adalah beban tanggung jawab dalam menjalani kehidupan... tapi anggaplah dia sebagai Partner yang bisa membantu kamu dan keluargamu melewati semua beban itu "
Sebuah nasihat singkat... tapi cukup dapat merubah tempo irama detak jantungku menjadi normal kembali....(dug-dug) kuteringat senyum Elisa yang lembut akan selalu menghiasi hari-hari ku, kesabarannya yang tulus akan meluruhkan "ke-ngeyel-an ku", juga kesetiannya akan memberikan ketenangan batin ku dalam menghadapi segala "cobaan" (kata orang, di Bangkok banyak 'cobaan' keduniawian).
Sepulang dari rumah "Pak De", ingin rasanya ku bertemu Elisa-pacarku, berlutut dan berucap untuk ke dua kalinya : "Elisa, maukah kau menikah denganku?........"
Teman-teman bisa menebak kira-kira apa jawaban Elisa ? Untuk memastikannya: teman-teman diundang untuk hadir dan menyaksikan secara langsung acara kami berdua yang diadakan pada hari/tanggal/ jam sbb:


Minggu 14 Maret 2004, 11.00 - 13.00

Lokasi: Masjid Darul Hikam,
Jatiwaringin, Antilop, Pondok Gede - Bekasi.

Regards

Mahendra Hariyanto


ISTRIKU
Istriku cantik sekali tidak hanya “luarnya” tapi juga “dalamnya”. Namanya Elisa, tapi dia kerap kupanggil “Cinta”. Tahu kenapa dia kupanggil “Cinta”? Kubilang padanya kalau dia mengingatkanku pada tokoh “Cinta” dalam film “Ada Apa Dengan Cinta”.
“Gombal!!”
“Masak aku disamain sama “Dian Sastro”? Jauh bangeettt!!!” komentar istriku
“ Kamu benar cinta, kamu memang ‘Jauh banget’ dari Dian Sastro… Jauh lebih Cantik”. Jawabku tulus
“Gombaalllll!!!!!!” sekali lagi kata-kata itu keluar dari mulut istriku.

Itulah percakapanku dengan istriku , tepat sekitar 9 bulan 10 hari sebelum kelahiran anak pertamaku.


ANAKKU
Anakku lahir di Bangkok, 2 Desember 2004. Kunamai dia FEROZE SHAQUILLE HARIYANTO. Sebuah nama Persia. FEROZE berarti Sukses, Shaquille berarti “Ganteng”, sedangkan “Hariyanto” adalah nama belakangku yang dalam bahasa jawa kuno dapat diartika “Bijaksana”. Jadi FEROZE SHAQUILLE HARIYANTO berarti Sukses, Ganteng dan Bijaksana. Lagi-lagi, “nama yang berat” sebenarnya. Itulah nama yang kupilih. Nama yang juga berarti doa dan harapanku seperti apa dia nanntinya,

Ada kejadian menarik. Sekitar 2 bulan sebelum kelahiran anakku, aku bermimpi didatangi oleh seorang biksu tua. Dalam mimpiku, seolah-olah aku terbangun dan mendapati seorang biksu tua telah berdiri di samping tempat tidurku.

“Ku titipkan ini Padamu” Ucap si biksu tua seraya menyerah kan sebuah benda ke dalam gengganman tangan kananku.

Ku buka perrlahan-lahan genggaman tangan ku dan kudapati sebuah lonceng emas kecil dengan bendera Thailand terikat padanya. Tak ada kata yang terucap dariku, ku kepalkan kembali genggamanku kuat-kuat, sebgai tanda persetujuanku menjaga “si lonceng emas kecil” yang dititipkan kepadaku.

Mimpi itu begitu nyata, seolah oleh aku tidak bermimpi. Pada saat ku terjaga, kudapati tangan kananku masih mengepal kuat, seloah olah masih menjaga si lonceng emas dalam genggamanku. Kubuka perlahan-lahan genggamanku dan kudapati genggamanku kosong.. tak ada lonceng emas di sana.
“Ahh.. ternyata Cuma mimpi”. Mimpi yang begitu nyata.

Mimpi hanyalah bunga tidur.. tapi mimpi yang ini begitu nyata. Esok harinya kuceritakan mimpi ku pada istriku..

“mungkin lonceng emas kecil dalam mimpimu adalah perlambang anak kita yang akan segera lahir, dan si Biksu adalah perlambang dari Yang Maha Kuasa”, begitu komentar istriku

Yah.. mugnkin istriku benar adanya . Anak adalah titipan Allah ke pada kita. Akan ku jaga titipan itu sebaik-baiknya.

Ada satu hal yang menggelitik dari mimpiku.. kenapa yang datang padaku dalam mimpiku justru seorang Biksu? Bukan seorang Kiai atau seorang wali atau “Aa Gym”, orang-orang terhormat umat Muslim, sesuai agama yang kupeluk? Akh.. mimpi hanyalah bunga tidur…. Tak jadi soal siapa yang “mengantarkan” pesan. Yang perlu diperhatikan adalah esensi dari pesan yang disampaikan. Pesan untuk membesarkan dan menjaga anakku… Anakku…. si Lonceng Emas dari Thailand.

Singapore,
5 September 2005.http://mahendrahariyanto.blogspot.com/

10 Comments:

Blogger Ummu Fahmy said...

Ya, Om Mahe.. terawangan nenek anda ternyata terbukti sekarang. Cucunya kini jadi ’traveller’. Mungkin tidak cukup di asia aja, tapi sampe keliling dunia kalee...

Kok blog-nya cuman dikit isinya. Tulis lagi yang banyak dunk... pengalaman dari negeri seberang... biar mereka yang masih “bahagia“ di negeri sendiri jadi dapet pencerahan.

YP

7:01 PM, September 13, 2005

 
Blogger Mahendra_Hariyanto said...

Tanggapan buat yudi:Ok yud, ntar kalau ada waktu luang, kutambahin deh issinya:

1:57 PM, September 14, 2005

 
Anonymous Anonymous said...

Hmmmm.. Selamat ya mahendra Istrinya cantik, pinter banget milihnya. Ternyata bakat bikin cerbernya ga ilang sampe sekarang.

Selamat sekali lagi dapet good job and around the world....
Bener tuch kata yudiep kalau bisa isinya diperbanyak lagi ... he..he.eh.. dan buat dech autobiografi
Mahendra Heriyanto & Kel gue sebagai temen lamaaa pasti ngebeli
Success for you and Fam

11:55 AM, October 07, 2005

 
Blogger Surya said...

Mahendra,

old buddy!
Gue lupa tulis reply apa waktu nyelametin kamu sblm married. (Atau bahkan nggak nulis sama sekali? namanya juga lupa)

Setuju banget bahwa menikah itu keputusan yg besar... leap of faith -- lompatan yg didasari iman. Namun aku yakin hidup adalah about choices and decisions...

Keep blogging, enjoy reading the Uneg-uneg.

Do visit mine, when you have time: link

5:25 PM, November 17, 2005

 
Anonymous Anonymous said...

Bang, saya suka sama cerita abang tentang pengalaman abang sebagai muslim indonesia di luar negeri.
omong2 belajar SAP nya dimana? pengen nih seperti abang bisa travel melihat dunia luar....

10:20 AM, September 05, 2006

 
Blogger Mahendra_Hariyanto said...

Halo Ardianto,
Makasih atas komentarnya.
Awalnya Saya belajar SAP dari kantor yang pake SAP. Terus pernah juga dikirim training sama perusahaan.
Begitu.

Mahendra

10:04 PM, September 14, 2006

 
Anonymous Anonymous said...

Bang,
boleh tahu ikut training SAP nya dimana? Dalam negeri atau Luar negeri? nama lembaganya?
Maaf banyak tanya nih bang he..he..

Selamat menunaikan ibadah shaum Bang...

3:22 PM, September 27, 2006

 
Anonymous Anonymous said...

wah, jadi liat Mrs. Mahendra deh ... he he :)

11:03 PM, September 27, 2006

 
Anonymous Anonymous said...

A human beings begins sneering his wisdom teeth the initially often he bites out more than he can chew.

2:50 PM, June 18, 2010

 
Anonymous Anonymous said...

To be a noble lenient being is to have a make of openness to the far-out, an cleverness to group aleatory things beyond your own pilot, that can take you to be shattered in very outermost circumstances on which you were not to blame. That says something very outstanding thither the fettle of the ethical autobiography: that it is based on a trust in the fitful and on a willingness to be exposed; it's based on being more like a weed than like a prize, something fairly dainty, but whose extremely item attractiveness is inseparable from that fragility.

9:43 PM, June 23, 2010

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home